Sejarah Kopi di Indonesia dan Budaya Minum Kopi di Dunia
Sejarah kopi di Indonesia memiliki kisah yang panjang. Tidak hanya itu, minum kopi minum kopi, ternyata menjadi salah satu momen budaya, momen dimana identitas diri suatu kelompok atau suku budaya dirayakan dan diperlihatkan. Kemudian momen ini diturunkan dari generasi ke generasi sebagai penanda identitas asli.
Banyak catatan sejarah menyatakan bahwa tanaman kopi berasal dari Abyssinia, sebuah nama daerah kuno di benua Afrika yang saat ini mencakup wilayah negara Etiopia dan Eritrea. Sayangnya, tidak banyak diketahui bagaimana orang-orang Abyssinia sendiri dalam memanfaatkan tanaman kopi. Sedangkan kopi sebagai minuman pertama kali dipopulerkan oleh orang-orang Arab. Biji kopi dari Abyssinia dibawa oleh para pedagang Arab menuju Yaman dan mulai menjadi komoditas yang sangat komersial saat itu.
Di masa-masa awal, orang Arab melakukan memonopoli perdagangan biji kopi. Mereka mengendalikan perdagangan lewat pelabuhan Mocha, salah satu kota yang ada di Yaman. Dari pelabuhan Mocha biji kopi diperdagangkan hingga melawat ke benua Eropa. Saat itu Mocha menjadi satu-satunya gerbang keluar-masuknya perdagangan biji kopi, sampai akhirnya orang Eropa menyebut kopi sebagai Mocha.
Kemudian pada abad ke-17 orang-orang Eropa mulai mengembangkan perkebunan kopi sendiri. Mereka mulai mengembangkannya di Eropa, namun iklim di sana ternyata tidak cocok untuk tanaman kopi. Akhirnya mereka mencoba membudidayakan tanaman tersebut di daerah jajahannya yang tersebar di berbagai belahan dunia. Upaya yang merak lakukan ini berhasil, orang-orang Eropa mampu menggeser dominasi Arab dalam memproduksi biji kopi.
Tetapi yang perlu menjadi catatan adalah, salah satu pusat produksi kopi dunia adalah Pulau Jawa yang dikembangkan bangsa Belanda saat itu. Beberapa kali kopi yang ditanam dan dibudidayan di Jawa sempat mendominasi pasar kopi dunia. Saat itu secangkir kopi lebih popular dengan sebutan “Cup of Java” atau “Secangkir Jawa”.
Sejarah Kopi di Indonesia
Sejarah kopi di Indonesia dimulai pada tahun 1696. Masa dimana Belanda membawa kopi dari Malabar, India, kemudian menuju ke Jawa. Mereka lalu membudidayakan tanaman kopi tersebut di Kedawung, sebuah perkebunan yang berada di dekat Batavia. sayangnya usaha pertama ini gagal kerena tanaman tersebut rusak oleh gempa bumi dan banjir.
Usaha kedua kemudian dilakukan pada di 1699 dengan mendatangkan stek pohon kopi dari kota yang sama, Malabar. Pada tahun 1706 panen kopi yang dihasilkan mereka di Jawa dikirim ke negeri Belanda untuk diteliti di Kebun Raya Amsterdam. Hasilnya sudah tidak sulit ditebal, sukses besar, dengan kopi yang dihasilkan memiliki kualitas yang sangat baik.
Selanjutnya tanaman kopi ini dijadikan bibit bagi seluruh perkebunan yang sedang dikembangkan di Indonesia. Sampai pada akhirnya Belanda memperluas area budidaya kopi di Indonesia hingga ke daerah Sumatera, Sulawesi, Bali, Timor dan pulau-pulau lain di Indonesia.
Pada tahun 1878 terjadi tragedi yang memilukan. Hampir keseluruhan perkebunan kopi yang ada di Indonesia terutama di dataran rendah rusak terserang penyakit karat daun atau Hemileia vastatrix (HV). Pada saat itu semua tanaman kopi yang ada di Indonesia merupakan jenis Arabika (Coffea arabica). Untuk menanggulangi kerugian, Belanda mencoba mendatangkan spesies kopi lain, yaitu liberika (Coffea liberica) yang diperkirakan akan lebih tahan terhadap penyakit karat daun.
Sampai akhirnya bertahun-tahun kemudian, kopi jenis liberika ini mampu menggantikan kopi arabika di perkebunan dataran rendah. Di pasar Eropa sendiri kopi liberika saat itu dihargai sama dengan arabika. Namun ternyata lambat laun tanaman kopi liberika juga mengalami hal yang sama, rusak terserang hama karat daun.
Kemudian pada tahun 1907 Belanda mendatangkan spesies lain, yakni jenis kopi robusta (Coffea canephora). Usaha kali ini berhasil adalah terobosan yang luar biasa sukses, hingga saat ini perkebunan-perkebunan kopi robusta yang ada di dataran rendah bisa bertahan. Dan menghasilkan biji kopi dengan kualitas yang baik.
Pasca kemerdekaan Indonesia tahun 1945, seluruh perkebunan kopi Belanda yang ada di Indonesia di nasionalisasi. Sejak itu juga Belanda tidak lagi menjadi pemasok kopi dunia.
Budaya Minum Kopi di Dunia
Catatan sejarah menyatakan bahwa budaya minum kopi dimulai dari ilmuwan musim Al Razi (850-920) yang dianggap paling tua mengenai kopi. Al Razi sendiri yang juga merupakan seorang ahli di bidang kedokteran dalam catatannya menulis tentang suatu minuman yang bernama bunshum dan memiliki ciri-ciri mirip dengan yang terkandung dalam kopi.
Dalam catatan lain diperoleh dari Ibnu Sina (980-1037) yang juga seorang ahli kedokteran. Dalam catatan miliknya, Ibnu Sina menggambarkan adanya biji yang bisa diseduh dan berkhasiat menyembuhkan salah satu penyakit perut. Informasi yang diperoleh dari catatan tersebut merujuk pada ciri-ciri kopi yang kita kenal saat ini. Minuman yang diberi nama bunshum dan bijinya bernama bun.
Dalam perdagangan Islam sendiri mencatat bahwa kopi merupakan salah astu komoditas ekonomi yang sangat penting. Meski sempat dinyatakan sebagai minuman terlarang pada saat itu, minuman kopi sangat digemari dan terkenal diantara para peziarah kota Mekah. Bukan tanpa sebab tentu saja, karena minuman kopi ini dapat membuat terjaga ketika beribadah, khususnya di malam hari.
Pada periode kekhalifahan Turki Ustmani, minuman kopi semakin menjadi sebagai primadona. Kopi menjadi sajian minuman utama pada setiap perayaan di Istanbul. Kopi menyebar ke Eropa pada tahun 1600-an yang dibawa oleh pedagang dari Venesia yang membeli kopi dari pelabuhan Mocha di Yaman. Kemudian menyebar ke daerah-daerah koloni bangsa Eropa lain, seperti New York yang menjadi koloni Belanda pada tahun 1668.